Wednesday 12 October 2016

Dua Cara Menghasilkan Uang, Kamu Pilih Mana?


Dahulu kala di suatu desa kecil dekat lembah yang asri, terdapat dua orang sahabat bernama Pipo dan Embro. Mereka berdua adalah anak muda yang sangat berambisi menjadi orang kaya. Setiap harinya, mereka berdiksusi tentang mimpi-mimpi mereka, berdiskusi tentang apa-apa saja yang mereka ingin capai dalam hidup. Pipo dan Embro berjanji apabila bekerja nantinya, mereka akan bekerja ekstra keras untuk mencapai ambisi mereka. Sayang, tidak ada kesempatan bagi mereka untuk unjuk diri. Oleh karena itu, mereka hanya terdiam bisu dalam mimpi masing-masing.

Hingga suatu saat, kesempatan itu tiba. Desa asri yang mereka tempati membutuhkan banyak air bersih. Sementara air bersih hanya berada di atas gunung. Kepala desa mempekerjakan Pipo dan Embro, sedikit anak muda di desa itu untuk mengambil mata air di gunung dan dibawa ke desa. Nantinya, mereka akan dibayar sesuai banyaknya air yang mereka bawa.

Kesempatan langka ini tentunya tidak ingin mereka sia-siakan. Pipo dan Embro menyatakan siap untuk menerima pekerjaan ini. Mereka sangat bersemangat. Setiap harinya dari pagi sampai sore menjelang malam, mereka bekerja keras membawa air ke tempat penampungan air di desa. Mereka bangun pagi-pagi sekali dan mulai berjalan dari desa ke gunung dengan membawa ember. Ember ini diisikan air dari mata air di gunung dan dibawa kembali ke desa, begitu terus selanjutnya sampai sore menjelang. Mereka hanya beristirahat sesaat untuk menikmati waktu makan siang sambil melepas lelah.

Dari hasil pekerjaan ini, Pipo dan Embro bisa memeroleh penghasilan yang lebih daripada warga masyarakat di desa tersebut. Embro sangat puas dengan hasil kinerjanya dan besarnya penghasilan yang ia peroleh. Dengan penghasilan tersebut, ia yakin bisa mewujudkan cita-citanya. Kondisi ini berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan oleh Pipo. Pipo tahu bahwa ia bisa memeroleh penghasilan yang cukup besar, namun ia merasa tidak nyaman. Setiap hari ia pulang dengan kondisi yang sangat kelelahan dan waktunya tersita habis untuk mengambil air di gunung.

Pipo memutuskan untuk mencari alternatif lain memeroleh air dengan cara yang lebih mudah tapi dengan hasil yang lebih banyak. Suatu hari, ia memiliki ide menarik. Pipo sangat yakin dengan ide dan gagasannya. Ia mempunyai ide untuk membuat rancangan saluran pipa yang dapat mengalirkan air dari gunung ke desanya. Dengan adanya saluran pipa, Pipo tidak perlu bersusah payah lagi mengambil air dengan ember dan bolak balik dari desa ke gunung.

Pipo memutuskan untuk mengajak Embro bekerjasama. Dengan kerjasama, ia yakin idenya lebih mudah dijalankan. Apalagi, Embro memiliki badan yang besar dan kuat, tentunya pekerjaan pembuatan pipa akan berjalan lebih cepat. Dengan semangat, ia menceritakan ide tersebut kepada Embro. Ketika ia bercerita, Embro hanya mendengarkan saja tetapi tidak setuju dengan ide tersebut. Embro merasa bahwa ia bisa memeroleh banyak penghasilan dengan apa yang ia lakukan saat ini, untuk apa ia mencoba hal baru yang belum tentu berhasil dan justru lebih menguras banyak tenaga dan pikiran.  Embro lebih memilih untuk membawa ember yang lebih besar agar ia bisa membawa air lebih banyak dan memeroleh penghasilan lebih besar pula.

Penolakan tidak membuat Pipo menyerah dan berhenti untuk menjalankan idenya. Pipo memilih untuk berusaha melakukan sendiri gagasannya itu. Tidak mudah tentu saja, banyak hambatan yang ia rasakan. Akan tetapi, tekadnya sudah bulat dan ia yakin bahwa rencananya akan berhasil apabila dilakukan sampai selesai. Pipo pun menyisakan sedikit dari penghasilannya untuk membeli barang-barang yang berguna untuk membuat saluran pipa. Untuk itu, ia harus mengirit dan benar-benar membeli sesuai kebutuhannya saja. Pipo juga harus merelakan akhir minggu dan waktu luangnya untuk mebuat saluran pipa. Setiap ada waktu, ia menggali tanah yang berbatu. Di bulan-bulan pertama, hasilnya hampir tidak terlihat. Pipo diketawai dan dicemooh oleh warga di desanya. Sampai-sampai, ia dijuluki “Pipo si manusia saluran pipa”.

Di sisi lain dengan semangat dan kerja kerasnya, penghasilan Embro sudah meningkat dua kali lipat.  Ia bisa membeli apa yang ia mau dan dicita-citakan selama ini. Embro membeli rumah yang besar, kendaraan, dan berfoya-foya dari apa yang ia peroleh. Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Seiring bertambahnya usia, kinerja Embro semakin lamban. Ia tidak lagi sanggup membawa ember yang besar dan memilih menggunakan ember yang lebih kecil. Kondisi ini tentu berpengaruh terhadap penghasilannya yang semakin berkurang. Badan Embro yang diforsir habis-habisan di masa mudanya kini mulai semakin mebungkuk.

Pipo sendiri pada akhirnya berhasil menyelesaikan saluran pipa setelah bertahun-tahun lamanya. Selama pembuatan pipa, ia tetap membawa air dari gunung ke desa untuk memeroleh penghasilan yang digunakan sehari-hari dan modal pembuatan pipa. Dengan hadirnya saluran pipa tersebut, Pipo tidak perlu bersusah bayah lagi mengangkat ember. Air tiada henti mengalir dari gunung ke desa. Seiring air mengalir di tong-tong air di tempat penampungan, penghasilannya pun mengalir tiada henti. Air mengalir terus tanpa henti bahkan saat ia makan, tidur, atau pergi berlibur. Pipo pun menjadi kaya raya dan bisa menikmati hidupnya dengan lebih santai.

Cerita Pipo dan Embro menggambarkan cerita kita, cerita bagaimana setiap orang memeroleh penghasilan. Iya, orang yang saya bahas di sini adalah orang yang rajin dan mau bekerja keras, bukan orang yang malas. Embro seperti cerita di atas memeroleh penghasilan dengan pulang pergi ke mata air dan membawa ember. Ia membawa pulang ember berisi air untuk ditukarkan dengan uang. Untuk meningkatkan penghasilan, ia bekerja lebih rajin dengan pergi ke mata air lebih sering dan membawa ember yang lebih besar.

Dalam dunia nyata, cerita Embro serupa dengan cerita sedemikian banyak orang yang harus bekerja lebih keras dengan lembur atau melakukan pekerjaan tambahan untuk memeroleh penghasilan yang lebih besar. Yang paling baik, sama seperti Embro yang menambah besar embernya, kita juga memeroleh penghasilan yang lebih besar dengan menerima pekerjaan yang lebih tinggi. Sayang, Embro tidak mau keluar dari zona nyaman yang ia miliki.

Terkadang kita lupa, seperti Embro, kita hanya punya 24 jam sehari dan jumlah itu sangat terbatas. Embro menghabiskan masa mudanya dengan bekerja dan bekerja. Ia membarter waktu yang ia miliki untuk penghasilan yang bisa ia peroleh. Yang lebih sulit dan menyakitkan, ketika ia mulai tua dan lamban, penghasilan yang ia peroleh pun menurun. Tanpa adanya sisa-sisa tabungan dan tidak pernahnya ia berpikir untuk melakukan investasi, pelan-pelan Embro mengalami kesulitan keuangan. Apalagi dengan perilaku berfoya-foya yang ia lakukan, mungkin menghamburkan uang adalah pilihan bagi Embro untuk bisa menikmati uang, walaupun caranya salah.

Sebaliknya Pipo bekerja tidak hanya keras tapi juga cerdas. Dengan pertimbangan yang matang, ia memilih untuk menjalankan idenya. Ia tidak mau menjadi budak selamanya, ia tidak mau membarter waktunya untuk penghasilan yang terbatas, dan ia mau mencapai ambisi tertingginya. Ia memilih jalan yang tidak familiar dengan banyak warga di sekitarnya, jalan yang tampaknya tidak jelas dan aneh. Akan tetapi, Pipo tahu dan yakin idenya akan berhasil dan berani langsung menjalankannya ketika masih muda.

Pipo sendiri walaupun nekad, tetap penuh pertimbangan. Ia tetap mengambil air dengan ember setiap harinya untuk memeroleh penghasilan yang ia gunakan dan ia investasikan. Setelah saluran pipanya jadi dan menghasilkan, ia pun tidak lagi perlu mengambil air dengan ember. Saluran pipa ini mendatangkan penghasilan baginya secara berkesinambungan. Untuk mencapai gagasannya, ia hanya bekerja keras satu kali saja dan setelah itu ia bisa mendapatkan penghasilan terus-menerus tanpa henti.



Dari cerita Pipo dan Embro, kita bisa memetik beberapa pembelajaran:
  • Kerja keras pasti akan membuahkan hasil, tapi kerja keras ditambah kerja cerdas akan menjamin hidup kita bahkan sampai tua. Kerja cerdas yang dimaksud adalah mencoba menuangkan ide sendiri dan menjalankannya. Eksekusi tanpa mimpi itu sia-sia, mimpi tanpa eksekusi itu bencana. Mungkin tidak persis seperti Pipo, mungkin kita harus mencoba 2,3, bahkan 5 kali sampai berhasil. Semakin banyak kita gagal, semakin dekat kita dengan keberhasilan. Yang penting, kita jalankan ide kita dan berani keluar dari zona nyaman.
  • Faktor daya ungkit atau faktor kali. Contoh faktor kali yang dilakukan oleh Pipo adalah membuat pipa sehingga jumlah air yang bisa ia peroleh berkali-kali lipat lebih banyak dan lebih cepat. Dalam dunia nyata, contoh faktor kali: kita mempunyai 5 cabang, 5 toko, 50 reseller, 5 ruko yang disewakan, dan terus semakin banyak. Contoh konkretnya, Apabila kita hanya mempunyai satu tempat makan yang begitu ramai, itu ada batasnya. Orang yang makan mungkin adalah orang yang bertempat tinggal di dekat tempat makan dan yang lainnya hanya sekali-sekali saja, sumber daya dan luasnya tempat pun terbatas. Apabila maksimal 200 mangkok dengan keuntungan 10 ribu/mangkok, maka maksimal dapat 2 juta/hari atau 60juta/bulan. Akan tetapi, semakin banyak daya ungkitnya (cabang tempat makan) semkain banyak penghasilan yang bisa kita peroleh. Katakanlah kita punya 5 cabang. Cabang utama menghasilkan 60 juta/bulan. Cabang lainnya mungkin hanya mendapatkan setengah, tapi secara total berarti bisa mendapatkan 60 juta + (4 cabang * 30 juta) = 180 juta. Uang yang semakin banyak diinvestasikan lagi ke dalam aset, buka cabang atau bisnis baru, dan taruh dalam investasi sehingga penghasilan terus bertambah.
  • Biarkan uang bekerja untuk kita bukan kita bekerja untuk uang. Pipo menunjukkan pada kita bagaimana rasanya dibayar tanpa harus hadir secara fisik. Pipo menjadi pengendali uang, dan bukan sebaliknya. Embro baru memeroleh penghasilan apabila ia hadir secara fisik sementara waktu memiliki keterbatasan (Trading for hours). Sampai suatu saat, Embro memiliki batasnya dan tidak bisa lebih lagi, ketika ia mulai tua dan sakit-sakitan, maka kita berhenti bekerja dan uang pun berhenti kita peroleh.
  • Tidak nekad sampai-sampai meninggalkan pekerjaan yang kita punya sekarang, padahal itu adalah sumber penghasilan yang pasti saat ini. Sama seperti Pipo, ia menjalankan idenya sambil tetap bekerja. Uang dari pekerjaannya sedikit disisakan untuk menjadi modal pembuatan pipa. Setelah saluran pipa jadi dan menghasilkan, ia tidak perlu lagi bekerja keras seperti dahulu. Tetap bekerja untuk memeroleh penghasilan, sambil memulai menyebar benih. James Gwee, salah satu motivator terbaik Indonesia berkata, apabila ide itu baik adanya, maka sekitar 2-3 tahun seharusnya hasil dari ide itu sudah mulai terlihat dan mungkin menghasilkan hasil yang mirip dengan pekerjaan yang dilakukan. Sekitar 5 tahun, ide yang dijalankan tersebut sudah menghasilkan lebih lagi mungkin 2-3 kali lipat? Mungkin 20 kali lipat? So, semakin cepat kita jalankan, tentu semakin baik. Kita mempunyai kesempatan gagal lebih banyak dan kita bisa lebih cepat untuk “pensiun” dari pekerjaan kita.



1 comment:

  1. Awesome article that you are shared for us so keep posting and know more about it.

    ReplyDelete